“Kekerasan semangat tidak dapat menembus tirai takdir”.

Berbicara tentang takdir tentu saja akan sangat dipengaruhi oleh keyakinan. Karena telah memasuki ranah keyakinan inilah maka hikmah Hikam ke 3 diatas akan multi tafsir. Maksudnya, ada orang yang menganggap bahwa takdir tidak bisa diubah sementara yang lain berpendapat takdir sebaliknya, takdir bisa diubah. Tetapi, karena yang dibicarakan disini adalah hikmah yang disampaikan oleh Syech Ibnu Athaillah maka untuk para pembaca yang berbeda pandangannya soal takdir mohon mengerti tentang cara memandang takdir menurut syech ibnu athaillah.

Dilihat dari bunyi hikmah ke 3 tersebut terlihat jelas bagi kita bahwa syech menganut faham bahwa takdir tidak bisa diubah. Penulis sependapat dengan ini. Alasannya bahwa ketika telah sempurna penciptaan seorang manusia maka telah selesai pula skenario perjalanan hidup si manusia tersebut dari alam rahim, alam dunia, alam kubur dan alam akhiratnya. Ketika Tuhan telah selesai menciptakan langit dan bumi maka telah selesai pula seluruh cerita semua makhluk yang ada diantara keduanya. Semua sudah tertulis jelas dalam lauh mahfudz. Dengan begitu maka kehidupan di dunia ini hanyalah panggung sandiwara. Semua makhluk mendapat bagian peran dan menjalankan perannya masing –masing tanpa sedikitpun lepas dari alur cerita yang sudah ditetapkan Sang Maestro Pembuat Skenario. Beruntunglah yang diberi petunjuk oleh Allah dan merugilah orang yang tidak diberi petunjuk oleh Nya.
Sebagian orang mungkin berkata bukan kah seringkali kita dihadapkan pada 2 atau lebih pilihan, kalau takdir sudah ditentukan maka tidak perlu sampai terjadi munculnya 2 pilihan karena ke 2 pilihan tersebut tentu memiliki perbedaan konswensinya sehingga akan berbeda takdirnya. Menanggapi pertanyaan ini maka dapat dijawab bahwa memang sudah ditakdirkan bahwa suatu saat kita akan menghadapi suatu masalah. Telah ditakdirkan bahwa akan muncul beberapa pilihan. Telah ditakdirkan pula setelah melalui serangkaian pemikiran kemudian kita memilih suatu pilihan. Pilihan yang kita pilih itu telah pula ditakdirkan untuk kita pilih. Kemudian apabila kita kecewa dengan pilihan kita maka kita ditakdirkan berkata “seandainya aku memilih opsi yang satunya maka tentu tak akan terjadi hal seperti ini”. Kalimat inipun sudah ditakdirkan untuk diucapkan oleh kita saat kita merasa mengambil pilihan yang salah. Seterusnya kita ditakdirkan untuk kecewa atau kemudian berangsur dapat menerima. Bagaimana mungkin semua dapat dikembalikan kepada takdir ? karena Tuhan Maha Sempurna dan segala sesuatu telah sempurna penciptaannya. Pandangan ini disadari bersifat fatalistik. Bisa membuat orang yang salah mengerti menjadi pemalas, mudah putus asa dan selalu menyalahkan takdir. Tapi apa boleh buat. Obat seringkali pahit. Kenyataan haruslah diungkapkan. Menjalani takdir tidak selalu sama dengan sikap pasrah. Sikap terbaik adalah berjuang dengan penuh semangat untuk mencari tahu apa takdir kita hari ini dan esok. Berjuang dengan optimisme tinggi. Namun ketika kita telah berusaha dan takdir berkata lain maka terimalah dengan ikhlas. Ikhlas bukan karena kita tak berdaya tetapi karena menerima apa yang sudah digariskan oleh Allah SWT untuk kita terima. Semakin kita melawan dan menolak menerima kehendak Allah maka Allah akan semakin menegur kita dengan memunculkan rasa kesal dan kecewa berkepanjangan. Namun ketika kita mampu menerima kehendak Allah maka Allah memberikan ketenangan jiwa karena manusia memang tidak akan mampu menembus tirai takdir sebagaimana yang disampaikan oleh Syeh Athaillah pada hikmah ke 3 tersebut.
Pandangan syech Athaillah tentang tidak bisanya manusia menembus tirai takdir ini berkaitan dengan Hikmah Hikam ke 4 dan ke 5. Jadi tunggu postingan berikutnya ya.. he..